Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menanti

 Berapa banyak keinginan dan angan yang menumpuk di pikiran?


Berapa pula ide dan wacana yang hanya menyisakan bayangan tanpa aksi nyata?

Berapa pula rancangan dan harapan yang tertunda dan batal tanpa beranjak dari titik nol% pencapaiannya?

Berapa banyak pula alasan demi alasan yang berusaha memaklumkan di setiap realiasasi yang tak kunjung beraksi?

Semua seolah berakhir pada kata nanti, nanti dan nanti.

Hingga pada ujung kesadarannya tiba, semua hanya menyisakan penyesalan demi penyesalan yang semakin menambah beban pikiran.

Seolah semua itu menjadi sampah dalam pikiran yang meninggalkan persoalan yang memusingkan pikir tiada henti.

Sampai pada titik frustasi, semua ditinggalkan begitu saja, bak lari dari kenyataan hingga mendarat pada tempat² strategis untuk pelampiasan.

Entahlah, setiap orang punya gayanya sendiri untuk melampiaskan kesuntukan dan keterpurukannya.

Karena jiwa emosional yang berbeda beda sangat tidak mungkin sudut pandang subjektif bisa mewakili semua itu.

Tapi yang jelas, sangat sangat beruntunglah ia yang masih punya kewarasan, segera sadar dan segera menyikapi dengan berbagai macam pertobatan.

Seoalah tak mau semakin terjerembab yang hanya akan semakin memperburuk keadaan.

Bangkit...

Pada titik ini, segeranya sadar merupakan anugerah yang sangat patut disyukuri.

Kecerobohan dan keteledoran merupakan hal yang manusiawi, kemalasan dan kemageran normal terjadi.

Manusia mana yang tak ingin segera lepas dari beban. Namun manusia mana pula yang tak punya tanggung jawab dan persoalan hidup yang mau tak mau kudu dihadapi.

Lari dari kenyataan hanya akan menjemput kenyataan baru yang kadang lebih mengernyitkan.

Diam di tempat tak mau tau pun akan semakin memperparah keadaan. Karena semua persoalan tak akan pernah kelar jika tidak segera dikelarkan.

Semua ide, rancangan dan wacana tak kan pernah berjalan tanpa adanya pergerakan. 

Karena terkadang tak semua hal butuh persiapan (walaupun terkadang tetap ada yang mempersiapkannya).

Seperti halnya makan, bisa segera kita tuntaskan dengan segera pergi ke warung makan, melahapnya, selesai terus bayar.

Namun ada pula yang inginnya masak dulu, selesai matang disajikan dengan menu komplit yang menyehatkan, dengan peralatan makan sudah diseterilkan, yang mau menyantapnya harus cuci tangan, dan memakai nganu bila diperlukan.

Padahal intinya pun sama, sama sama "ingin" makan untuk menghilangkan lapar. Sekali lagi tergantung cara menyikapinya.

Ingin segera terealisasi walaupun tak  menahu maksimal atau tidak nanti hasilnya, atau mengharap hasil maksimal tanpa tau kapan mau direalisasikannya.

Padahal kata kuncinya hanya satu, memulai. Segera mulai walau pincang terlambat atau tidak sama sekali.


Sub. 3: Terlambat