Konklusi: Islam dan Demokrasi
Pengertian
Demokrasi
berasal dari 2 kata dari bahasa Yunani yaitu Demos yang artinya rakyat dan
Cratos yang artinya kekuasaan atau kedaulatan. Menurut Abraham Lincoln
Demokrasi itu merupakan sebuah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Jadi demokrasi itu merupakan suatu sistem pemerintahan yang
bertumpu pada rakyat, dilakukan secara langsung oleh rakyat atau melalui para
wakil mereka melalui mekanisme pemilihan yang berlangsung secara bebas.
Menurut
Joseph A. Schmitter,demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana setiap individu memperoleh kekuasaan untuk
memutuskan cara perjuangan kompetitif atas perjuangan rakyat. Sementara itu menurut
Abdurrahman Wahid, demokrasi mengandung dua nilai, yaitu nilai yang bersifat
pokok dan yang bersifat derivasi. Menurutnya, nilai pokok demokrasi adalah
kebebasan, persamaan, musayawarah dan keadilan. Kebebasan artinya kebebasan
individu di hadapan kekuasaan negara dan adanya keseimbangan antara hak-hak
individu warga negara dan hak kolektif dari masyarakat.
Menurut
Aswab Mahasin, antara agama dan demokrasi memang berbeda. Agama berasal dari
wahyu sementara demokrasi sendiri berasal dari pergumulan pemikiran manusia.
Dengan demikian agama memiliki dialeketikanya sendiri. Namun begitu tidak ada
halangan bagi agama yang dalam hal ini
Islam, untuk dapat berdampingan dengan demokrasi. Karena walaupun secara
spesifik memang dalam Islam tidak menyebutkan adanya demokrasi, namun terdapat
nilai dan prinsip dalam islam yang mendukung gagasan universal tentang
demokrasi, seperti Syura (musyawarah), ‘Adl (Keadilan), Musawwah (kesetaraan), al-amanah (kepercayaan), al-masuliyyah (tanggung jawab) dan al-hurriyyah (kebebasan pendapat). Prinsip
prinsip tersebut tidak hanya cocok dengan demokrasi, tetapi jika ditafsirkan
secara benar, dalam dirinya sendiri sudah mengandung sebuah bentuk demokrasi. itu
sendiri.
Di tengah
proses demokratisasi global, banyak di kalangan ahli demokrasi diantaranya seperti
Larry Diamond, Martin Lipset yang menyimpulkan bahwa dunia Islam tidak memiliki
prospek untuk menjadi demokratis serta tidak memiliki pengalaman demokrasi yang
cukup andal. Hal yang demikian juga dikemukakan oleh Samuel yang meragukan
Islam dapat berjalan dengan prinsip – prinsip demokrasi yang secara kultural
lahir di barat. Karena alasan inilah dunia Islam dipandang tidak menjadi bagian
dari proses gelombang demokratisasi dunia.
Pengalaman
demokrasi sebenarnya telah dipraktikkan Nabi dalam memimpin masyarakat Madinah.
Kebijakan – kebijakan Nabi dalam memimpin masyarakat di Madinah tertuang dalam
Piagam Madinah, yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Piagam
Madinah menjadi dasar kehidupan bermasyarakat yang mengatur berbagai persoalan
umat, meliputi: persatuan dan persaudaraan, hubungan antar umat beragama,
perdamaian, persamaan, toleransi, kebebasan dst. Prinsip-prinsip tersbut telah
diterapkan Nabi dan berhasil dengan baik, sehingga tercipta suasana kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan berbegara dengan aman dan penuh kedamaian dalam
masyarakat yang majmuk, baik ditinjaua dari aspek, agama, etnis maupun budaya.
Sampai pada masa khulafaurrasyidin, praktek demokrasi itu masih berlangsung
dengan baik, meski ada beberapa kekurangan. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa
demokratisasi pernah terwujud dalam pemerintahan Islam.
Memang
harus diakui pasca Nabi dan khulafaurrasyidin, karena suatu kepentingan
dan untuk melanggengkan status quo
para raja Islam, demokrasi sering dijadikan tumbal. Seperti pengamatan Mahasin,
bahwa di beberapa bagian negara Arab misalnya, Islam seolah-olah mengesankan
pemerintahan nya berupa raja-raja yang korup dan otoriter. Tetapi realitas
seperti itu ternyata juga dialami oleh pemeluk agama lain. Gereja Katolik
misalnya, yang bersikap acuh – tak acuh ketika terjadi revolusi Perancis.
Karena sikap tersebut, kemudian agama Katolik disebut sebagai agama yang tidak
demokratis. Hal yang sama ternyata juga dialami oleh agama Kristen Protestan,
dimana pada awal munculnya, dengan reformasi Martin Luther, Kristen memihak kepada
elit ekonomi, sehingga merugikan posisi kaum tani dan buruh. Tak mengherankan
kalau Kristen pun disebut tidak demokratis pula.
Melihat
kenyataan sejarah yang dialami oleh elit agama-agama di atas, maka Huntington
dan Fukuyama yang mengatakan, “bahwa realitas empirik masyarakat Islam tidak
kompatibel dengan demokrasi” adalah tidak sepenuhnya benar. Sebab di negara
non-Muslim pun demokrasi juga tidak sepenuhnya diterapkan.
Coretan tugas Ilmu Negara :v
Post a Comment for "Konklusi: Islam dan Demokrasi"