Prinsip-Prinsip Perkawinan (Bag 2)
1. Prinsip Perkawinan Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974
Dalam Undang- Undang Perkawinan terdapat beberapa prinsip perkawinan, yaitu:
Ø Perkawinan merupakan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing
dapat mengembangkan pribadinya, membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual
dan material (pasal 1).
Ø Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,
dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut perturan
perundang-undangan yang belaku, pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya
denagn pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan,
suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan (pasal 2).
Ø Undang-undang ini menganut asas monogami , hanya apabila dikehendaki oleh
yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan
mengijinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian
perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila
dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan Agama
(pasal 3-4).
Ø Undang-Udang ini mengatur prinsip, bahwa calon sumai istri itu harus masak
jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan
tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat
keturunan yantg baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan
antara calon suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu
mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya
kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon
suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebuh rendah bagi
seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi,
jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu,
maka Undang-Udang Perkawinan ini menentukan batas umur untuk kawin baik bagi
pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita
(pasal 6-12).
Ø Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal dan sejahtera, maka Undang-Undang ini menganut prinsip untuk mempersukar
tejadinya perceraian. Untuk memungkin perceraian harus ada alasan-alasan
tertentu (pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975) serta harus dilakukan
di depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi
golongan luar Islam.
Ø Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik
dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan bermasyarakat, sehingga
dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan
bersama suami istri.
2. Prinsip Perkawinan dalam Ajaran Islam
Dalam ajaran Islam ada beberapa prinsip-prinsip dalam perkawinan, yaitu:[1]
Ø Harus ada persetujuan secara suka rela dari pihak-pihak yang mengadakan
perkawinan. Caranyanya adalah diadakan peminangan terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau
tidak.
Ø Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria, sebab ada ketentuan
larangan-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
Ø Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan
pelaksanaan perkawinan itu sendiri.
Ø Perkawinan pada dasarnya adalah untuk membentuk satu keluarga atau rumah
tangga tentram, damai, dan kekal untuk selam-lamanya.
Ø Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga, dimana
tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.
Kalau kita bandingkan prinsip-prinsip dalam perkawinan
menurut Hukum Islam dan menurut Undang-Udang Perkawinan, maka dapat dikatakan
sejalan dan tidak ada perbedaan yang prinsipil atau mendasar.[2] Prinsip-prinsip
hukum perkawinan yang bersumber dari al quran dan al hadist, yang kemudian di
tuangkan dalam garis-garis hukum melalui undang-undanhg no 1 tahun 1974 tentang
perkawinan dan kompilasi hukum islam tahun 1991 mengandung 7 asas kaidah hukum
yaitu sebagai berikut:
1.
Asas membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal
2. Asas keaabsahan perkawinan di dasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus di catat oleh petugas yang
berwenang
3. Asas monogami terbuka
4. Asas calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya dapat mel;angsungkan
perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan mendapat
keturunan yang baik dan sehat sehingga tidak berfikifr kepada perceraian
5. Asas mempersulit terjadinya perceraian
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik dalam
kehidupan rumah tangga dan kehidupan masyrakat
7. Asas pencatatan perkawinan.
3. Prinsip Perkawinan dalam Hukum Adat
Menurut hukum adat
perkawinan tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan
wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapat keturunan dan membangun serta
membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga suatu hubungan hukum yang
menyangkut para anggota kerabat dari pihak suami maupun isteri. Terjadi
perkawinan berarti berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu
dan menunjang kekerabatan yang rukun dan damai.[3]
Dengan terjadinya
perkawinan, maka diharapkan agar dari perkawinan didapatkan keturunan yang akan
menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat. Adanya silsialh yang
menggambarkan kedudukan seseorang sebagai anggota kerabat merupakan barometer
dari asal-usul keturunan seseorang yang baik dan teratur.[4]
[1] Lihat Prof. Dr. Amir
Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media
Grup, 2009), hlm. 25; lihat juga Prof. Dr. Hilman Hadikusuma, Hukum Adat
Perkawinan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hlm. 71.
Post a Comment for "Prinsip-Prinsip Perkawinan (Bag 2)"