Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bolehlah ku berkata tentang(mu)

Mindset pertama kali yang muncul dipikiran penulis ketika melihat foto di atas ialah, miris.

Sebagai seorang yang "kebelanjur nyemplung" dengan hal hal yang berbau hukum penulis merasa kurang "srek" dengan pemandangan yang demikian. Bukannya tidak setuju dengan kebijakan yang diterapkan, tapi keadaan lingkungan yang memprihatinkan pastinya ketika hal yang demikian sampai diterapkan.

Seperti yang telah kita ketahui, lewat pendidikan kewarganegaraan dulu, "nilai" merupakan suatu kebajikan tertinggi, nilai terbentuk karna adanya akal yang dapat membedakan mana hal yang baik ataupun hal yang buruk, mana yang seharusnya ataupun tidak seharusnya. 

Dari nilai inilah muncul "norma" yang merupakan kumpulan dari nilai-nilai yang secara langsung ataupun tidak langsung telah diamini oleh suatu kelompok/masyarakat. 

Dalam norma sendiri terdiri dari 4 tingkatan,

yang pertama, norma moral yang berhubungan dengan moralitas individual, y

yang kedua, norma sosial yang  berkaitan dengan hubungan antar individu dengan individu lainnya,

yang ketiga, norma "agama" yang dalam hal ini berkaitan antara "individu dengan tuhannya", 

dan yang terakhir ialah norma hukum sebagai suatu daya paksa agar ketiga norma sebelumnya dapat dijalankan.


Lewat hierarki inilah dapat kita pahami bersama, bahwa norma hukum merupakan jalan ter- (paling) akhir agar norma-norma sebelumnya dapat berjalan dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Adanya penerapan norma hukum menandakan tidak berjalannya atau telah terjadi penyelewengan terhadap ketiga norma sebelumnya yang biasanya disebut sebagai pelanggaran.

Pelanggaran norma terjadi karena adanya "human eror" dari suatu individu. Secara logika semua manusia yang normal mengamini dengan akal mereka bahwa moralitas ialah suatu kebajikan dan opurtunitas ialah suatu kebejatan. Mereka yang bermasyarakat seharusnya mengamini pula akan hal itu. 

Jika pelanggaran terjadi pasti terjadi "eror" dalam dirinya dan ini perlu direstart (intropeksi) dengan cara membangun kembali mindset, pola pikir dan prinsip yg semestinya atau seharusnya.

Cara demikian merupakan cara terbaik, menurut hemat penulis, demi menghidupkan kembali eksistensi nilai dalam kehidupan bermasyarakat.

Seharusnya seseorang yang mengalami "human eror" diberikan pengajaran (doktrin) agar mindset, pola pikir mereka mengarah kepada urgensinya nilai-nilai dan norma-norma dalam kehidupan mereka. 

Sehingga, timbul dalam diri mereka pribadi untuk mengamini akan pentingnya keberadaan nilai-nilai dan norma-norma tersebut, dan dengan sendirinya menerapkannya dalam kehidupan sosial mereka.

Maka, secara otomatis akan terjadi penyesalan dan menyalahkan diri mereka sendiri ketika nilai dan norma itu mereka langgar. Sekiranya, yang demikian itulah lebih efektif dibandingkan pemberlakuan norma hukum yg biasa disebut aturan yg dalam sebagian orang dibuat hanya untuk dilanggar.

Dengan demikian menurut prepektif penulis tidak semua pelanggaran nilai harus diselesaikan dengan menggunakan norma hukum yg sebenarnya ialah jalan terakhir...

Waallaahua'lam...


WH-YK, 16 Jan 2018
(Dalam renungan malam)

Post a Comment for "Bolehlah ku berkata tentang(mu)"