Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bolehlah ku berkata tentang (mu) #2

 


Setelah uraian singkatmu saat acara temu kangen kala itu menjadikan ku, ketika ada seseorang berbicara seolah mengkritik tentang Wahid Hasyim, secara spontan sembari mengutipmu ku katakan; 
Jika sampeyan tak tau secara menyeluruh tentang wahid hasyim jangan sekali2 mendefinisikan wahid hasyim (lebih-lebih berprespektif buruk tentang wahid hasyim)!!"

Wahid Hasyim, WeHa, satu dari salah sekian banyak misteri kehidupan yang paling sulit terpecahkan, memikirkannya sama halnya memikirkan persoalan taqdir; rezki, jodoh, kematian.

Memang begitulah yang terjadi. Belum ada satu pun terkaan yang tepat dalam mendefinisikan WeHa sebelum masuk di dalamnya, sebelum mengenal pengasuhnya, sebelum mengenal kerabatnya, sebelum berinteraksi dengan penghuninya, sebelum mengenal masyarakat sekelilingnya, sebelum sekian lama terjun langsung dalam pengabdian di dalamnya.

Maka tak heran jika beliau, Pak Ismail mengatakan;

"jangan membuat prespektif tentang wahid hasyim, jika kamu belum menyatu dengan Wahid Hasyim".

Demikianlah yang terjadi dalam diri penulis. Sejak awal, penulis telah berdosa dengan WeHa karna telah su'udzon kepadanya.

Telah terlalu banyak mengkritisi sistem "baik administrasi maupun strukturalnya", terlalu banyak membandingkannya dengan organ semacam lainnya dan terlalu banyak melanggar bahkan melawan aturan telah jelas adanya.

Hingga setahun pun tak terasa berlalu begitu cepatnya. Berbagai hal maupun pihak menjadikan penulis ingin mengakhiri kehidupannya di pondok ini.

Namun berjalannya waktu tak begitu lama, setelah sering mendengar dawuh Bapak Pengasuhnya dan melihat tindak lampahnya. Melihat orang orang di dalamnya. Melihat masyarakat sekitarnya. Merasakan langsung lewat pengabdian.

Tersadarlah penulis akan ketololan dan ketidakpekaannya. Tersadarlah penulis akan kedunguannya. Tersadarlah penulis akan kebutaannya. Tersadarlah penulis akan segala prespektif negatifnya tentang segala hal yang berhubungan dengan WeHa.

Maka benar rasanya, ketika sebuah standar dikembalikan pada porsi minimalis, kelegaan pun kan segera didapat. Kelegaan itu yang kemudian mendatangkan kelegaan lain yang seterusnya akan meningkatkan kualitas syukurnya. Ridlo bisyain ridlo bima tawalada minhu.


YK, 17 Des 2017
Tentang renungan dari sambutan Ust. Isma'il dalam Temu Kangen al Usroh WeHa 16

Post a Comment for "Bolehlah ku berkata tentang (mu) #2"