Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bolehlah ku berkata tentang(mu) #3


Antara al Birr - Sirrul asrôr & ke-barokah-an - Adab

Malam yang menggetarkan...
Ungkapan yg sama kurasakan dan memang begitulah adanya. Ketika beliau mengucapkan salamnya, sudah tersirat hawa ruh yg dinantikan dan benar adanya.

Malam ini kami kedatangan seorang tamu agung, seorang santri kesayangan simbah yai Abdul Hadi, yg sangat ta'dzim kepada gurunya, dan sangat menghindari apa yg namanya njengkulo (su'ul adab). Beliau adalah KH. Syaiful Rijal, Alumni Weha tahun 1997 yg sekarang mengasuh Ponpes Miftahul Ulum Jember.

Malam ini, beliau berbagi kisah pada kami, berbagi pengalaman yg pernah beliau rasakan di Ponpes Weha tercinta ini, yang dulu masih diasuh oleh romo yai Abdul Hadi. Berbagi pula nasehat dan petuah-petuah penting yang harus dicamkan betul-betul oleh seorang santri dan seorang guru (ataupun calon guru).

Wejangan beliau dimulai dengan mencamkan kepada kami akan pentingnya sirrul asroh dan kebarokahan. Kisahnya dimulai dari perjalanan hidup beliau ketika pertama kali diajak oleh abahnya mencari pondok untuknya, yang ketika itu beliau sebagai seorang mahasiswa baru di Yogya. Ditemuilah Ponpes Weha ini, yang kala itu masih sebatas separoh bangunan yang lantai atasnya masih dari kayu, masih sederhana sekali.

Ketika sowan, ditemui olehnya, sosok kyai yang sangat sederhana. Ketika abahnya menghaturkan untuk memasrahkan anaknya, ternyata oleh pengurus pondok disampaikan bahwa kuota semua kamar sudah penuh. 

(Dan inilah yang membuatku tertegun)

Mengetahui hal ini, abahnya dengan memohon kepada Yai Abdul Hadi; "kulo rido yai nak anak kulo tilem ten jeding" (saya ridho yai kalo anak saya tidur di kamar mandi). Hal ini pun diulang tiga kali oleh abahnya. Dengan kerendahan hati Yai Abdul Hadi, akhirnya beliau diterima sebagai santrinya walaupun beliau tidak mendapatan kamar dan tidurnya di teras atau selasar masjid.

Seiring berjalannya waktu beliau merasakan kegelisahan terhadap dirinya sebagai seorang mahasiswa kala itu, seorang idealis yang selalu mengedepankan rasionya. Akhirnya beliau memutuskan untuk mencari sirrul asror dari kehidupan gurunya, Yai Abdul Hadi, dengan mengikuti secara diam-diam ketika beliau pergi ke sawah.

Setelah seminggu lamanya beliau mengikuti, akhirnya beliau beranikan diri untuk membantu beliau di sawah. Dari sanalah sebuah rahasia dibalik rahasia terungkap. Lewat pengabdian beliau, mulai membantu Yai Abdul Hadi di sawah, membantu di kantin hingga menjadi supirnya, berbagai hal yang tidak pernah didapatnya selama dalam pelajaran rutiniyah diperolahnya, dan manfaat keberkahan itu benar benar beliau rasakan hingga saat ini.

Sungguh beliau benar-benar mencamkan betul betul sirrul asror ini kepada kami. Dimulai dengan mengutip sabda Nabi yang ketika itu Nabi ditanya oleh salah seorang sahabatnya tentang kebaikan (birrun); 
"Yaa Rasullah apa itu kebaikan?", Sedang Nabi menjawab, "Apakah kamu benar ingin mengetahui apa itu kebaikan?", Ditanggapinya dengan mantap, "Iya Ya Rasullah". Hal ini berulang hingga tiga kali, lalu Nabi pun menjawab; (kebaikan itu) "istafty qolbak, tanyakan pada hatimu .... .

Karna itulah jagalah hati,, selalu lakukan kebaikan dengan hati, sandingkan ilmu dengan hati, karena embrio kebaikan dan ilmu itu ada dalam hati, maka dari hati itulah timbul suatu akhlak yg selanjutnya menjadi adab.

Akhlaqul karimah itulah wujud dari kebaikan itu sendiri, yang didapat dari sirrul asror seorang guru dan keberkahannya. Untuk mendapatkan sirrul asroh dan keberkahan perlu memperhatikan adab (tata krama) kita sebagai seorang guru/murid, karena ruh dari barokah itu sendiri adalah adab.

Banyak sekali hal-hal yang beliau ceritakan dan dawuhkan hingga karena keterbatasan ketajaman akal yg tumpul sebab adanya karat dosa maksiat hanya sebatas itu yang dapat ku ungkapkan dalam rangkaian kata ini..

Statment akhir yang beliau mewanti-wanti pada kami ialah dengan mengutip sebuah kaedah dari seorang ulama';
"Laisa al jamâl jamâlu al 'ilmi, wainnmâ al jamâl jamâlu al adabi"
Tiada kebagusan dari bagusnya ilmu, tetapi kebagusan itu ialah bagusnya adab.


Wallâhu a'lam...

WeHa, 13 Feb 2018












Post a Comment for "Bolehlah ku berkata tentang(mu) #3"